Kamis, 29 Januari 2015

RESUME SPEKTRO IR

SPEKTROFOTOMETRI INFRA MERAH  merupakan suatu metode mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 – 1000 µm. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.
INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETER INFRA MERAH
Komponen dasar spektrofotometer IR sama dengan UV tampak , tetapi sumber,detektor dan komponen optiknya sedikit berbeda. Mula-mula sinar infra marah di lewatkan melaui sampel dan laritan pambanding kemudian di laewatkan pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginkan. Berkas ini kemudian dididspersikan melalui prisma atau gratting. Dengan melewatkannya melalui slit, sinar akan di fokuskan pada detektor. Alat IR biasanya dapat merekam sendiri absorbansinya sendiri. Temperatur dan kelembpan juga harus di atur yaitu maksimum 50% dan apabial melebihi bats tersebut maka menbuat permukaan prisma dan sel alkali halida menjadi suram.
            Sumber radiasi yang serin di gunakan adalah Nernest atau lampu Glower yang di buat dari oksida-oksida zirkonium dan natrium, berupa batang berongga denga diameter 2mm dan panjang 30mm. Batang ini di panaskan sampai suhu1500-20000C dan akan memberikan radiasi diatas 7000cm-1. Sumber Glower juga di gunkan dalam instrumen dengan absorbansi sekitar 5200cm-1.
            Monokromator yang di gunakkan dalam infra merah terbuat dari berbagai macam bahan antara lain gelas, lelehan silika, LiF, CaF2, BaF2,NaCl, AgCl, KBr, Csl. Tetapi pada ummnya prisma NaCl di gunakan yuntuk daerah 4000-6000cm-1 dan prisma Kbruntuk 400cm-1.
            Untuk detektor dalam infra merah digunakan detektor termal. Di antara detektor termal , termokopellah yang banyak di gunakan. Bolometer memberikan sinyal listrik sebagai hasil perubahan dalam tahanan konduktor metal dengan temperatur .
            Untuk intrumen yang di gunakan umumnya ada 2 macam intrumen yaitu u tuk analisis kuantitatif dan untuk analisis kualitatif. Karena kompleksnya spektrum IR maka di gunakan recorder . umunya alat IR digunaka berkas ganda yang di rancang lebih sederhana drai pada berkas tunggal. Dalam semua instrumen selalu ada chopper frekuensi rendah untuk menyesuaikan output sumber. Rancangan optisnya mirip denga spektrofotometer UV-tampk kecuali tempat sampel dan pembandingan di tempatkan di antara sumber dan monokromator untuk menghamburkan sinar yang berasal dari sampel dan untuk mencegah terjadinya penguraian secara fotokimia. Sumber sinar di bagi menjadi dua berkas , satu di ewatkan pada sampel dan yang satu melewati pembanding, kemudain secara berturt-turut melewati attenuator dan chopper. Setelah melalui prisma, berkas jatuh pad detektor dan di ubah menjadi sinyal listrik yang di rekam oleh recorder. Kadang – kadang di perlukan amplifier bila sinyal lemah. Pada pengukuran kuantitatif model berkas ganda kurang begitu memuaskan karena banyak ganguan dari sirkuit elektronik dan pengaturan titik nol besar sehinngga menyebabkan kesalahan.
Sinar dari sumber dibagi dalam 2 berkas yang sama, satu berkas melalui cuplikan dan satu berkas lainnya sebagai baku. Fungsi model berkas ganda adalah mengukur perbedaan intensitas antara 2 berkas pada setiap panjang gelombang. Kedua berkas itu dipantulkan pada ”chopper” yang berupa cermin berputar. Hal ini menyebabkan berkas cuplikan dan berkas baku dipantulkan secara bergantian ke kisi difraksi. Kisi difraksi berputar lambat, setiap frekuensi dikirim ke detektor yang mengubah energi panas menjadi energi listrik.

Radiasi eletromagnetik ialah energi yang dipancarkan menembus ruang dalam bentuk gelombang-gelombang. Yang termasuk radiasi elektromagnetik antara lain: gelombang radio, sinar infra merah, sinar tampak, sinar ultraviolet dan sinar X. Setiap jenis radiasi elektromagnetik dicirikan oleh panjang gelombangnya (wavelenght), yaitu jarak antara suatu puncak panjang gelombang dengan puncak berikutnya. Panjanggelombang infra merah adalah 10-4sampai 10-2 cm. Radiasi elektromagnetik dapatdicirikan juga oleh frekuensinya, yang didefinisikan banyaknya getaran per detik.
Biasanya, spektrum infra merah dialurkan dengan % T sebagai koordinat, dan seringdengan bilangan gelombang (u, cm-1) sebagai absis. Hal ini disebabkan energisinar (E)berbanding lurus, baik frekuensi (u) maupun dengan bilangan panjang gelombang (u).
E=hf=hc / λ 
Frekuensi sinar (v) dapat dikaitkan dengan frekuensi getaran molekul. Inti-inti atomyang berikatan oleh ikatan kovalen mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi, yang serupadengan dua bola yang terikat oleh suatu pegas. Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran-getaranatom – atom yang terikat. Jadi, molekul berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi (excitedvibrational state) energi yang diserap ini akan dilepaskan dalam bentuk panas bilamolekul itu kembali ke keadaan dasar.
Dalam pembagian daerah spektrum infra merah tersebut, daerah panjang gelombang yang digunakan pada alat spektrofotometer infra merah adalah pada daerah infra merah pertengahan, yaitu pada panjang gelombang 2,5 – 50 µm.
Hukum Hooke dalam IR
Dalam hal ini, interaksi antara sinar infra merah dengan molekul hanya menyebabkan vibrasi, yaitu bergerak pada tempatnya. Dasar spektrofotometri infra merah digambarkan oleh Hook, dimana didasarkan atas senyawa yang teriri dari 2 atom atau diatom yang mana digambarkan dengan dua buah bola yang saling terikat oleh pegas seperti berikut:
Image
Berdasarkan gambar di atas, jika pegas direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut maka energi potensial dari sisem tersebut akan naik.
Spektrum infra merah terletak pada daerah dengan panjang gelombang berkisar dari 0,78 sampai 1000 nm atau bilangan gelombang dari 12800 sampai 10 cm-7. Dilihat dari segi ap,likasi dan instrumentasi spektrum infra merah dibagi kedalam tiga jenis radiasi yaitu infra merah dekat, infra merah pertengahan, dan infra merah jauh. Daerah spektrum infra merah dapat dilihat pada tabel berikut :
daerah
Panjang gelombang (µ) µm
Bilangan gelombang (φ) cm4
Frekuensi (υ) Hz
Dekat
0.78-2.5
12800-4000
3.8x1014 – 1.2x1014
Pertengahan
2.5-50
4000-200
1.2x1014-6.0x1012
Jauh
50-1000
200-10
6.0x1012-3.0x1011


Cara membaca spektra FTIR :

1. Tentukan sumbu X dan Y-sumbu dari spektrum. X-sumbu dari spektrum IR diberi label sebagai "bilangan gelombang" dan jumlahnya berkisar dari 400 di paling kanan untuk 4.000 di paling kiri. X-sumbu menyediakan nomor penyerapan. Sumbu Y diberi label sebagai "transmitansi Persen" dan jumlahnya berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 di atas.

2. Tentukan karakteristik puncak dalam spektrum IR. Semua spektrum inframerah mengandung banyak puncak. Selanjutnya melihat data daerah gugus fungsi yang diperlukan untuk membaca spektrum.

3. Tentukan daerah spektrum di mana puncak karakteristik ada. Spektrum IR dapat dipisahkan menjadi empat wilayah. Rentang wilayah pertama dari 4.000 ke 2.500. Rentang wilayah kedua dari 2.500 sampai 2.000. Ketiga wilayah berkisar dari 2.000 sampai 1.500. Rentang wilayah keempat dari 1.500 ke 400.

4. Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah pertama. Jika spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 4.000 hingga 2.500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH dan obligasi OH tunggal.

5. Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah kedua. Jika spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.500 hingga 2.000, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga.

6. Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 2.000 sampai 1.500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C = O, C = N dan C = C.

7. Bandingkan puncak di wilayah keempat ke puncak di wilayah keempat spektrum IR lain. Yang keempat dikenal sebagai daerah sidik jari dari spektrum IR dan mengandung sejumlah besar puncak serapan yang account untuk berbagai macam ikatan tunggal. Jika semua puncak dalam spektrum IR, termasuk yang di wilayah keempat, adalah identik dengan puncak spektrum lain, maka Anda dapat yakin bahwa dua senyawa adalah identik.

KESIAPAN TENAGA FARMASI DAN PERANAN ISMAFARSI MENYAMBUT AFTA 2015


KESIAPAN TENAGA FARMASI DAN PERANAN ISMAFARSI MENYAMBUT AFTA 2015
















KOMISARIAT UIN ALAUDDIN MAKASSAR
ISMAFARSI (IKATAN SENAT MAHASISWA FARMASI SELURUH INDONESIA) WILAYAH INDONESIA TIMUR
NURJANNAH




BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar belakang

Seiring dengan diberlakukannya AFTA (ASEAN Free Trade Area) yang merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional, kita sebagai calon farmasis di masa yang akan datang, dituntut untuk menghadapi persaingan lebih keras di dunia kerja. Dimana setiap farmasis akan diasimilasi melalui ujian kompetensi. Para farmasis yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand bahkan Australia akan bersaing secara bebas di bidang pekerjaan.
Tidak dipungkiri bahwa bidang industri juga akan merasakan dampak dan manfaat dari AFTA. Industri farmasi juga termasuk didalamnya. Kekuatan industri farmasi di Indonesia dapat dilihat dari populasi SDM dan SDA Indonesia. Dengan memaksimalkan dua hal tersebut industri farmasi Indonesia dipastikan tidak akan mengalami kesulitan dalam menghadapi AFTA di tahun ini. Disisi lain populasi SDM Indonesia dapat menjadi bumerang bagi industri farmasi itu sendiri karena tingkat korupsi Indonesia masih tinggi dan daya saing dan pengembangan manusia indonesa yang masih rendah. Kekurangan lainnya terletak pada bahan baku obat yang selama ini masih mengandalkan import dari negara lain.
Di bidang farmasi klinis AFTA tidak akan berpengaruh besar dalam 5-10 tahun mendatang. Hal ini dikarenakan apoteker Indonesia memiliki kultur, bahasa dan budaya yang sama dengan masyarakat Indonesia sehingga masyarakat tentu akan lebih mudah berkomunikasi dengan apoteker Indonesia. Dalam waktu ini apoteker Indonesia dituntut untuk bekerja lebih keras untuk mengoptimalkan kemampuan dalam konseling dan pelayanan terhadap pasien. Namun hal ini tetap perlu diwaspadai karena apoteker di negara-negara ASEAN memiliki sistem pendidikan yang lebih baik. Dengan waktu sepuluh tahun pula apoteker di ASEAN memiliki waktu yang sangat cukup untuk belajar budaya Indonesia termasuk belajar bahasa Indonesia. Hal yang perlu dikhawatirkan lagi adalah kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih suka terhadap produk luar. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah banyak pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri dengan alasan kualitas yang lebih baik, dan berobat keluar negeri justru menjadi sebuah trend.
Satu-satunya cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan meningkatkan eksistensi apoteker Indonesia agar mendapatkan kepercayaan dari masyarakat Indonesia. Eksistensi apoteker Indonesia dapat meningkat apabila apotekernya bekerja sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan kefarmasian. Dengan adanya AFTA tenaga kefarmasian dituntut untuk dapat meingkatkan kualitas pelayanan, rasa cinta tanah air, daya saing antar apoteker, fasilitas apoteker untuk melakukan riset dan komunikasi dengan pasien. Disisi lain perlu juga dilakukan komunikasi antara pendidikan di bidang kefarmasian dengan rumah sakit, apotek dan pelayanan-pelayanan kefarmasian sehingga output mahasiswa memang benar-benar memahami permasalahan kesehatan di masyarakat.

B.    Rumusan Masalah
1.    Bagaimana kesiapan tenaga Farmasi di indonesia menyambut AFTA 2015?
2.    Bagaimana peranan ISMAFARSI dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga Farmasi Indonesia menyambut AFTA 2015?

C.    Manfaat Penulisan
1.    Terhadap penulis
           Penulis dapat mengetahui kesiapan tenaga Farmasi dan peranan ISMAFARSI dalam menyambut AFTA 2015.

2.    Terhadap pembaca
           Pembaca dapat mendapatkan tambahan referensi dalam hal kesiapan tenaga Farmasi dan peranan ISMAFARSI menyambut AFTA 2015.

D.    Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
a.    Mengetahui kesiapan tenaga Farmasi di indonesia menyambut AFTA 2015.
b.    Mengetahui peranan ISMAFARSI dalam meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga Farmasi Indonesia menyambut AFTA 2015.
2.    Tujuan khusus
           Sebagai salah satu persyaratan mengikuti LK II ISMAFARSI Wilayah INDTIM.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

AFTA (ASEAN Free Trade Area) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. AFTA menghapuskan batas-batas Negara ASEAN dalam kegiatan perekonomian. AFTA tercipta atas dasar kesepakatan 6 negara ASEAN dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992(Sangkey, 2014). Keenam Negara tersebut salah satunya adalah Indonesia. Tujuan terbentuknya AFTA adalah menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global, menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI), dan meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
Indonesia merupakan salah satu tokoh utama dalam panggung diberlakukannya AFTA. Indonesia memelukan strategi khusus yang harus diterapkan agar nantinya Indonesia tidak hanya menjadi pasar dari negara-negara lain tapi juga bisa menjadi pemasok dan produsen produk-produk yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar bebas tersebut. Indonesia memiliki banyak aset, yaitu sumber daya alam yang melimpah, bonus demografi, sektor industri, wilayah negara yang luas dan juga wilayah maritim yang sangat potensial. Segala aset tersebut harus dikelola dengan baik agar nantinya bisa memakmurkan Indonesia. Apabila Indonesia tidak memiliki strategi yang baik untuk menghadapi AFTA ini, dikhawatirkan Indonesia bisa menjadi budak di negeri sendiri. Ketika semua sektor telah dikuasi oleh asing, SDM Indonesia tidak mampu bersaing dengan SDM dari negara lain maka penjajahan modern pun akan melanda Indonesia.
Bidang kesehatan adalah yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, Pengaruh tersebut dapat dilihat di bidang rumah sakit, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan, dan asuransi kesehatan. Di bidang kesehatan, Indonesia mengupayakan dalam kepentingan perdagangan internasional jasa melalui WTO (World Trade Organization), CAFTA (China- ASEAN Free Trade Agreement ), AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) dan perjanjian bilateral. Salah satu modal dalam pasokan perdagangan jasa internasional adalah migrasi sumber daya manusia. Dalam hubungan ini, melalui Sidang Umum Kesehatan Sedunia Tahun 2010, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengadopsi Global Code of Practice on the International Recruitmentof Health Personnel . Walaupun bersifat sukarela, Indonesia sebagai negara anggota WHO, perlu ikut mendukung dan melaksanakan prinsip-prinsip dan rekomendasi Global Code dalam migrasi internasional tenaga kesehatan. Semua ini dapat diakomodasikan dalam Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan.
Indonesia memerlukan standarisasi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan kualitas sistem pelayanan kesehatan di Indonesia dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan, untuk bersaing di AFTA 2010. Standar yang diusulkan adalah sistem pelayanan terbaik, baik dari segi Sumber Daya Manusia (SDM), administrasi, manajemen maupun prinsip pelayanan dan sudah selayaknyaorientasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia tidak hanya untuk orang sakit saja(kuratif) melainkan juga untuk pemeliharaan kesehatan (preventif).
Depkes RI menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia sehingga setiap masyarakat berhak memperoleh pelayanan kesehatan secara adil, merata, dan bermutu yang menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut di atas, dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar masyarakat dapat meningkatkan akses pelayanan dan kualitas pelayanan kesehatan.
Saat ini daya apresiasi dan antisipasi bangsa Indonesia terhadap tantangan global di sektor kesehatan, khususnya di bidang pelayanan kesehatan, masih jauh dari memadai. Padahal pengalaman mengajarkan bahwa membuka pasar tanpa persiapan yang matang hanya akan membawa lebih banyak dampak negatif dibanding manfaat positifnya. Prasyarat penting untuk memenangkan persaingan dalam era globalisasi adalah tersedianya institusi kesehatan yang kuat, sumber daya manusia yang bermutudalam jumlah yang memadai, yang didukung oleh pembaharuan sistem kesehatan, birokrasi pemerintah dan pengendalian atas pasar jasa pelayanan kesehatan.
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang digunakan untuk upaya penyelenggaraan   pembangunan kesehatan harus dapat meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi pada tercapainya kepuasan pasien. Hal ini juga bertujuan untuk mempertahankan eksistensi pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga mampu bersaing dengan rumah sakit lain dalam era perdagangan bebas sekarang ini.
Industri Farmasi merupakan salah satu aset bangsa Indonesia. Berdasarkan data dari IAI (Ikatan Apoterker Indonesia) Indonesia memiliki skitar 243 industri farmasi penghasil obat-obatan yang sebagian besar berada di pulau jawa. Industri farmasi Indonesia berkontribusi aktif dalam menjaga kesehatan bangsa Indonesia. Harga obat-obatan yang beredar di Indonesia di tentukan oleh mereka namun tetap dalam pengawasan pemerintah. Secara langsung dan pasti, Industri Farmasi di Indonesia akan bersaing juga dengan Industri farmasi di negara lain.
Dalam menghadapi AFTA, industri farmasi Indonesia memiliki peluang dan tantangan untuk bisa bertahan dan terus berkembang saat AFTA berlangsung. Untuk itu diperlukan adanya kerja sama dari segala sektor untuk mendukung industri Farmasi yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari IAI, Industri farmasi Indonesia masih mengimpor bahan baku dari Negara lain sebesar 95%(anonim,2013). Hal ini merupakan fakta yang sangat fantastis, yang menunjukan bahwa industri farmasi Indonesia belum bisa mandiri dan masih sangat bergantung dengan negara lain. Selain itu, kemandirian industri farmasi Indonesia dalam menghadapi AFTA ditentukan juga oleh sumber daya manusia dan kepercayaan bangsa Indonesia mengkonsumsi obat-obatan buatan Indonesia.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit ( IFRS ) merupakan satu-satunya unit di rumah sakit yang mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada pasien, bertanggung jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit, serta bertanggung jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat siap pakai bagisemua pihak di rumah sakit.
Dalam era perdagangan bebas, setiap perusahaan termasuk rumah sakit menghadapi persaingan ketat. Meningkatnya intensitas persaingan dan jumlah pesaing juga menuntut manajemen untuk selalu memperhatikan kebutuhan dan keinginan pasien serta berusaha memenuhi apa yang mereka harapkan dengan cara yang lebih memuaskan daripada yang dilakukan pesaing.
Menurut Prof. Suyanto, Guru besar Fakultas Ekonomika Universitas Negeri Yogyakarta, belaiu mengatakan bahwa untuk menjadi SDM yang mampu bersaing secara global, ada 5 keterampilan yang harus dipenuhi yaitu kemampuan berkomunikasi secara verbal, kolaborasi atau kerjasama, profesional di bidangnya, mampu menulis dengan baik, serta kemampuan untuk memecahkan masalah(Nurhadi, 2013). Keterampilan tersebut pada dasarnya bisa didapatkan dimanapun asalkan ada niat untuk belajar dan tempat yang paling sesuai untuk belajar adalah hingga ke perguruan tinggi. Oleh karena itu, agar SDM Indonesia semakin memilki kompetensi dan kapabilitas yang baik maka diperlukannya kurikulum yang memfasilitasi SDM Indonesia untuk memenuhi keterampilan-keterampilan tersebut.
Di industri farmasi pun para SDM-nya harus memiliki kapabilitas dan kompetensi unggul. Sehingga mereka bisa mengelola perusahaan dengan baik. Apabila SDM-nya baik dan bisa bersaing dengan industri farmasi asing maka industri itupun akan menjadi baik juga. Hal ini dikarenakan, kompetensi dan kapabilitas SDM menentukan majunya sebuah perusahaan, termasuk industri farmasi. Dalam menghadapi AFTA ini maka para SDM-nya harus tahan banting dan tidak mudah menyerah. Sehingga nantinya eksistensi obat-obatan buatan industri farmasi Indonesia terus ada dan tidak diambil oleh eksistensi obat-obatan dari negara lain.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.     Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
2.     Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
3.     Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4.     Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
5.     Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
6.     Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
7.     Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
8.     Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2 Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk:
a.     Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
b.     Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c.      Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Pasal 3
1.    Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar:
a.    pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b.    pelayanan farmasi klinik.
2.    Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a.    perencanaan kebutuhan;
b.    permintaan;
c.    penerimaan;
d.    penyimpanan:
e.    pendistribusian
f.     pengendalian;
g.    pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan
h.    pemantauan dan evaluasi pengelolaan.
3.    Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a.    pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat;
b.    Pelayanan Informasi Obat (PIO);
c.    konseling;
d.    ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap);
e.    pemantauan dan pelaporan efek samping Obat;
f.     pemantauan terapi Obat; dan
g.    evaluasi penggunaan Obat.
4.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
Pasal 4
1.    Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.    Sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.    sumber daya manusia; dan
b.    sarana dan prasarana.
3.    Pengorganisasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Puskesmas.
4.    Ketentuan lebih lanjut mengenai sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
1.    Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, harus dilakukan pengendalian mutu Pelayananan Kefarmasian meliputi:
a.    Monitoring dan
b.    evaluasi.
2.    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian mutu Pelayananan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
1.    Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi.
2.    Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Pasal 7
Setiap Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
1.    Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
2.    Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi.
Pasal 9
1.    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, bagi Puskesmas yang belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan lain.
2.    Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.    pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b.    pelayanan resep berupa peracikan Obat, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat.
3.    Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah pembinaan dan pengawasan Apoteker yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4.    Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.
Pasal 10
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.





BAB III
PEMBAHASAN
                                                        
A.     Kesiapan tenaga Farmasi indonesia menyambut AFTA 2015

Kesiapan tenaga farmasi Indonesia dalam menghadapi AFTA 2015 akan tercapai apabila Indonesia memiliki SDM yang kompeten dan berkapabilitas tinggi, menurukan jumlah impor bahan baku, menjaga kepercayaan konsumen dalam negeri dan menciptakan hubungan kerja sama yang profesional dengan dokter.
Tindakan yang perlu dilakukan industri farmasi dalam mempersiapkan tenaga kerja Farmasi menghadapi AFTA antara lain adalah:
1.    Meningkatkan eksplorasi dan standarisasi pendidikan sektor kefarmasian.
2.    Menginisiasi berdirinya industri bahan baku obat yang terstandarisasi di Indonesia.
3.    Kolaboarsi antara industri bahan baku obat dan industri farmasi Indonesia sehingga pasar bahan baku obat terjamin.
4.    Menciptakan kemandirian industri farmasi.
5.    Promosi obat-obatan produk dalam negeri sehingga masyarakat lebih mengenal produk dalam negeri dalam rangka meningkatkan kepercayaan dan kecintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri
6.    Pengoptimalan obat-obat herbal. Obat herbal dapat menjadi alternatif pengobatan dan Indonesia memiliki SDA yang melimpah untuk dijadikan obat herbal
7.    Mendukung produk obat herbal untuk diekspor sebagai brand obat dari Indonesia.
8.    Kolaborasi antara pemerintah, industri bahan baku obat dan industri farmasi dan seluruh teknisi kesehatan untuk dapat menggunakan produk kefarmasian dalam negeri
Dalam hal menyambut AFTA 2015, sekolah-sekolah tinggi kefarmasian terus menerus melakukan pembenahan dalam mempersiapkan tenaga kefarmasian yang kompeten dan berdaya saing global. Persiapan yang dilakukan adalah memperbaiki kualitas sarana dan prasarana serta SDM/ tenaga pengajar serta kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar, misalnya saja mata kuliah bahasa Inggris harus betul-betul para mahasiswa mampu menguasainya, karena bahasa inilah sebagai sarana komunikasi antar Negara. Persiapan mental pun turut dilakukan dengan menilik ulang mengenai mata kuliah budi pekerti. Dari sekian perbaikan tersebut diharapkan para lulusan mempunyai daya saing yang tinggi di tingkat nasional maupun internasional.
Selain memperbaiki sarana dan prasarana, sekolah-sekolah kefarmasian juga mengusahakan perbaikan kompetensi lulusan, salah satunya dengan adanya surat pendamping ijazah yang menyatakan kompetensi lulusan (di Jurusan Farmasi UIN Alauddin Makassar misalnya, surat pendamping ijazah ini menyatakan kemampuan khusus yang akan menjadi nilai tambah bagi setiap lulusan).
Standar kompetensi Apoteker indonesia merupakan salah satu acuan dalam mempersiapkan tenaga farmasi menuju AFTA 2015, adalah mempersiapkan tenaga Farmasi yang:
1.    Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik
2.    Mampu menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan Farmasi
3.    Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
4.    Mampu memformulasi dan memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan standar yang berlaku
5.    Mempunyai keterampilan dalam pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
6.    Mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat
7.    Mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan standar yang berlaku
8.    Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun hubungan interpersonal dalam melakukan praktik kefarmasian
9.    Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan an tekhnologi yanga berhubungan dengan kefarmasian.

Akhirnya dengan segala standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh IAI, dan usaha persiapan yang dilakukan oleh industri dan sekolah-sekolah kefarmasian, maka diharapkan akan dihasilkan lulusan-lulusan tenaga farmasi yang kompetentif dan mampu bersaing secara global dalam menghadapi AFTA 2015.

B.    Peranan ISMAFARSI Dalam Meningkatkan Kompetensi dan Kualitas Tenaga Farmasi Menyambut AFTA 2015

Dalam hal mempersiapkan tenaga farmasi menyambut AFTA 2015, ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia), sebagai induk dari ikatan mahasiswa farmasi indonesia, memegang peranan penting. Mahasiswa- mahasiswi farmasi yang tergabung dalam ismafarsi maupun yang tidak harus di berikan pengkaderan, lalu diberdayakan di masyarakat sehingga pandangan negatif masyarakat dalam bidang kefarmasian atau apoteker dapat berubah menjadi pandangan yang positif. Ismafarsi juga dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar menjadi masyarakat yang cerdas dalam memanfaatkan peluang-peluang untuk memperoleh keuntungan dari AFTA. Ismafarsi juga dapat berperan aktif dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang farmasi, sehingga jika terdapat masalah-masalah yang tidak sesuai dengan peraturan maka akan lebih mudah menyelesaikannya. Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh mahasiswa yang tergabung dalam ismafarsi dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai inovasi baru agar dapat bersaing dalam perdagangan bebas sehingga Indonesia akan mendapat keuntungan yang lebih banyak. Dengan melakukan semua cara yang telah dipaparkan serta dilakukan secara optimal maka Indonesia akan bisa bersaing dan mendapat keuntungan yang lebih banyak dalam AFTA mendatang.
Maka peran ISMAFARSI dalam menghadapi AFTA 2015, adalah saling bekerjasama antar generasi muda di negara ASEAN dengan menjalin persahabatan. Hal itu merupakan modal utama untuk menghadapi ASEAN Economic Community (AEC). Dengan kolaborasi yang baik guna memecahkan masalah bersama-sama. Wadah untuk kolaborasi inilah yang namanya organisasi. ISMAFARSI berperan memberikan informasi kepada farmasis di Indonesia ataupun yang di luar Indonesia, yang membutuhkan lowongan pekerjaan ataupun yang membutuhkan wilayah untuk lebih meluaskan instalasi-instalasinya. Dengan adanya komunikasi antar farmasis di negara ASEAN, farmasis bisa melebarkan sayapnya untuk lebih menyalurkan dan mengembangkan pengetahuan mereka, tidak hanya di daerah lokal, akan tetapi di daerah domestik.
Dengan demikian peranan ISMAFARSI dalam menyambut AFTA 2015 yaitu, saling bekerjasama antar generasi muda di negara ASEAN, memberikan informasi mengenai lowongan pekerjaan kepada farmasis di Indonesia ataupun yang di luar Indonesia, mensosialisasikan pengetahuan khususnya bidang farmasi ke masyarakat luas, menjadi pelaku bisnis langsung di pasar terbuka ASEAN, melakukan riset atau penelitan yang akan memberikan manfaat serta terobosan baru dan juga dapat berperan sebagai penyedia lapangan pekerjaan atau job creator.






BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
1.    Kesiapan tenaga farmasi dalam menyambut AFTA 2015 semakin dikembangakan pada setiap industri dan sekolah farmasi untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan mampu bersaing secara global, persiapan dilakukan dengan pembenahan sarana dan prasarana serta penyesuaian kurikulum pengajaran di sekolah farmasi untuk menyambut AFTA. Selain itu setiap tenaga Farmasi dituntut untuk dapat memenuhi sembilan standar kompetensi Apoteker Indonesia.
2.    peranan ISMAFARSI dalam menyambut AFTA 2015 yaitu, saling bekerjasama antar generasi muda di negara ASEAN, memberikan informasi mengenai lowongan pekerjaan kepada farmasis di Indonesia ataupun yang di luar Indonesia, mensosialisasikan pengetahuan khususnya bidang farmasi ke masyarakat luas, menjadi pelaku bisnis langsung di pasar terbuka ASEAN, melakukan riset atau penelitan yang akan memberikan manfaat serta terobosan baru dan juga dapat berperan sebagai penyedia lapangan pekerjaan atau job creator bukan job seekers atau pencari pekerjaan.
B.    Saran
Tenaga farmasi diharapkan mempersiapkan diri sebaik mungkin menyambut AFTA 2015 dengan memperbaiki kompetensi agar mampu bersaing secara global.






DAFTAR PUSTAKA


Aslam M, Tan CK, Prayitno A. 2003. Farmasi Klinik, (Clinical Pharmacy),Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: Elex Media komputindo.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1999. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
IAI. 2011. SK Pengesahan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia No. 004/RAKERNAS-IAI/XII/2010.  Jakarta IAI
Presiden RI. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Menteri Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas . Jakarta : Depkes RI
Anas, fathur. 2013. Menakar kesiapan Indonesia hadapi AEC 2015. http://news.liputan6.com/read/566007/menakar-kesiapan-indonesia-hadapi-aec-2015  diakses pada 19 januari 2015 17:15
Anonim. 2013. Gambaran Umum AFTA. http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/DalamNegri/AFTA.pdf diakses pada 19 januari 2015 17:15
Nurhadi. 2013. Kesiapan SDM Indonesia menghadapi AFTA 2015.http://www.uny.ac.id/berita/kesiapan-sdm-indonesia-menghadapi-afta-2015.html di akses pada 19 januari 2015 17.42
Khairunnisa. 2014. Kemandirian Industri Farmasi Indonesia mengahadapi AFTA 2015.