KESIAPAN TENAGA FARMASI DAN PERANAN
ISMAFARSI MENYAMBUT AFTA 2015
KOMISARIAT UIN ALAUDDIN MAKASSAR
ISMAFARSI (IKATAN SENAT MAHASISWA
FARMASI SELURUH INDONESIA) WILAYAH INDONESIA TIMUR
NURJANNAH
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Seiring dengan diberlakukannya AFTA (ASEAN Free Trade Area)
yang merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
regional, kita sebagai calon farmasis di masa yang akan datang, dituntut untuk
menghadapi persaingan lebih keras di dunia kerja. Dimana setiap farmasis akan
diasimilasi melalui ujian kompetensi. Para farmasis yang berasal dari
Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand bahkan Australia akan bersaing
secara bebas di bidang pekerjaan.
Tidak
dipungkiri bahwa bidang industri juga akan merasakan dampak dan manfaat dari
AFTA. Industri farmasi juga termasuk didalamnya. Kekuatan industri farmasi di
Indonesia dapat dilihat dari populasi SDM dan SDA Indonesia. Dengan
memaksimalkan dua hal tersebut industri farmasi Indonesia dipastikan tidak akan
mengalami kesulitan dalam menghadapi AFTA di tahun ini. Disisi lain populasi
SDM Indonesia dapat menjadi bumerang bagi industri farmasi itu sendiri karena
tingkat korupsi Indonesia masih tinggi dan daya saing dan pengembangan manusia
indonesa yang masih rendah. Kekurangan lainnya terletak pada bahan baku obat
yang selama ini masih mengandalkan import dari negara lain.
Di bidang farmasi klinis AFTA tidak akan
berpengaruh besar dalam 5-10 tahun mendatang. Hal ini dikarenakan apoteker
Indonesia memiliki kultur, bahasa dan budaya yang sama dengan masyarakat
Indonesia sehingga masyarakat tentu akan lebih mudah berkomunikasi dengan
apoteker Indonesia. Dalam waktu ini apoteker Indonesia dituntut untuk bekerja
lebih keras untuk mengoptimalkan kemampuan dalam konseling dan pelayanan
terhadap pasien. Namun hal ini tetap perlu diwaspadai karena apoteker di negara-negara
ASEAN memiliki sistem pendidikan yang lebih baik. Dengan waktu sepuluh tahun
pula apoteker di ASEAN memiliki waktu yang sangat cukup untuk belajar budaya
Indonesia termasuk belajar bahasa Indonesia. Hal yang perlu dikhawatirkan lagi
adalah kecenderungan masyarakat Indonesia yang lebih suka terhadap produk luar.
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah banyak pasien Indonesia yang berobat ke
luar negeri dengan alasan kualitas yang lebih baik, dan berobat keluar negeri
justru menjadi sebuah trend.
Satu-satunya cara untuk mengatasi hal ini adalah
dengan meningkatkan eksistensi apoteker Indonesia agar mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat Indonesia. Eksistensi apoteker Indonesia dapat meningkat
apabila apotekernya bekerja sesuai dengan tanggung jawab pekerjaan kefarmasian.
Dengan adanya AFTA tenaga kefarmasian dituntut untuk dapat meingkatkan kualitas
pelayanan, rasa cinta tanah air, daya saing antar apoteker, fasilitas apoteker
untuk melakukan riset dan komunikasi dengan pasien. Disisi lain perlu juga
dilakukan komunikasi antara pendidikan di bidang kefarmasian dengan rumah
sakit, apotek dan pelayanan-pelayanan kefarmasian sehingga output mahasiswa
memang benar-benar memahami permasalahan kesehatan di masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana kesiapan tenaga Farmasi di
indonesia menyambut AFTA 2015?
2. Bagaimana peranan ISMAFARSI dalam
meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga Farmasi Indonesia menyambut AFTA
2015?
C.
Manfaat Penulisan
1. Terhadap penulis
Penulis
dapat mengetahui kesiapan tenaga Farmasi dan peranan ISMAFARSI dalam menyambut
AFTA 2015.
2. Terhadap pembaca
Pembaca
dapat mendapatkan tambahan referensi dalam hal kesiapan tenaga Farmasi dan
peranan ISMAFARSI menyambut AFTA 2015.
D.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui kesiapan tenaga Farmasi di
indonesia menyambut AFTA 2015.
b. Mengetahui peranan ISMAFARSI dalam
meningkatkan kompetensi dan kualitas tenaga Farmasi Indonesia menyambut AFTA
2015.
2. Tujuan khusus
Sebagai
salah satu persyaratan mengikuti LK II ISMAFARSI Wilayah INDTIM.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
AFTA (ASEAN Free Trade Area)
merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
regional ASEAN. AFTA menghapuskan batas-batas Negara ASEAN dalam kegiatan
perekonomian. AFTA tercipta atas dasar kesepakatan 6 negara ASEAN dalam
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992(Sangkey,
2014). Keenam Negara tersebut salah satunya adalah Indonesia. Tujuan
terbentuknya AFTA adalah menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi
yang kompetitif sehingga produk ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global,
menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI), dan
meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
Indonesia merupakan
salah satu tokoh utama dalam panggung diberlakukannya AFTA. Indonesia memelukan
strategi khusus yang harus diterapkan agar nantinya Indonesia tidak hanya
menjadi pasar dari negara-negara lain tapi juga bisa menjadi pemasok dan
produsen produk-produk yang berkualitas dan mampu bersaing di pasar bebas
tersebut. Indonesia memiliki banyak aset, yaitu sumber daya alam yang melimpah,
bonus demografi, sektor industri, wilayah negara yang luas dan juga wilayah
maritim yang sangat potensial. Segala aset tersebut harus dikelola dengan baik
agar nantinya bisa memakmurkan Indonesia. Apabila Indonesia tidak memiliki
strategi yang baik untuk menghadapi AFTA ini, dikhawatirkan Indonesia bisa
menjadi budak di negeri sendiri. Ketika semua sektor telah dikuasi oleh asing,
SDM Indonesia tidak mampu bersaing dengan SDM dari negara lain maka penjajahan
modern pun akan melanda Indonesia.
Bidang kesehatan
adalah yang paling terpengaruh oleh dampak globalisasi, Pengaruh tersebut dapat
dilihat di bidang rumah sakit, tenaga kesehatan, industri farmasi, alat kesehatan,
dan asuransi kesehatan. Di bidang kesehatan, Indonesia mengupayakan dalam
kepentingan perdagangan internasional jasa melalui WTO (World Trade
Organization), CAFTA (China- ASEAN Free Trade Agreement ),
AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) dan perjanjian
bilateral. Salah satu modal dalam pasokan perdagangan jasa internasional adalah
migrasi sumber daya manusia. Dalam hubungan ini, melalui Sidang Umum Kesehatan
Sedunia Tahun 2010, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengadopsi Global
Code of Practice on the International Recruitmentof Health Personnel .
Walaupun bersifat sukarela, Indonesia sebagai negara anggota WHO, perlu ikut
mendukung dan melaksanakan prinsip-prinsip dan rekomendasi Global Code dalam
migrasi internasional tenaga kesehatan. Semua ini dapat diakomodasikan dalam
Rencana Pengembangan Tenaga Kesehatan.
Indonesia
memerlukan standarisasi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan kualitas sistem
pelayanan kesehatan di Indonesia dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat
terhadap pelayanan, untuk bersaing di AFTA 2010. Standar yang diusulkan adalah
sistem pelayanan terbaik, baik dari segi Sumber Daya Manusia (SDM),
administrasi, manajemen maupun prinsip pelayanan dan sudah selayaknyaorientasi
sistem pelayanan kesehatan di Indonesia tidak hanya untuk orang sakit
saja(kuratif) melainkan juga untuk pemeliharaan kesehatan (preventif).
Depkes RI menyatakan
bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia sehingga setiap masyarakat berhak
memperoleh pelayanan kesehatan secara adil, merata, dan bermutu yang
menjangkau seluruh masyarakat Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut di
atas, dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan agar masyarakat dapat meningkatkan akses
pelayanan dan kualitas pelayanan kesehatan.
Saat ini
daya apresiasi dan antisipasi bangsa Indonesia terhadap tantangan global di
sektor kesehatan, khususnya di bidang pelayanan kesehatan, masih jauh dari memadai.
Padahal pengalaman mengajarkan bahwa membuka pasar tanpa persiapan yang matang
hanya akan membawa lebih banyak dampak negatif dibanding manfaat positifnya. Prasyarat
penting untuk memenangkan persaingan dalam era globalisasi adalah tersedianya
institusi kesehatan yang kuat, sumber daya manusia yang bermutudalam jumlah
yang memadai, yang didukung oleh pembaharuan sistem kesehatan, birokrasi
pemerintah dan pengendalian atas pasar jasa pelayanan kesehatan.
Rumah sakit
sebagai salah satu sarana kesehatan yang digunakan untuk upaya penyelenggaraan
pembangunan kesehatan harus dapat meningkatkan
dan mempertahankan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi pada tercapainya kepuasan
pasien. Hal ini juga bertujuan untuk mempertahankan eksistensi pelayanan kesehatan
di rumah sakit, sehingga mampu bersaing dengan rumah sakit lain dalam era
perdagangan bebas sekarang ini.
Industri
Farmasi merupakan salah satu aset bangsa Indonesia. Berdasarkan data dari IAI
(Ikatan Apoterker Indonesia) Indonesia memiliki skitar 243 industri farmasi
penghasil obat-obatan yang sebagian besar berada di pulau jawa. Industri
farmasi Indonesia berkontribusi aktif dalam menjaga kesehatan bangsa Indonesia.
Harga obat-obatan yang beredar di Indonesia di tentukan oleh mereka namun tetap
dalam pengawasan pemerintah. Secara langsung dan pasti, Industri Farmasi di
Indonesia akan bersaing juga dengan Industri farmasi di negara lain.
Dalam
menghadapi AFTA, industri farmasi Indonesia memiliki peluang dan tantangan
untuk bisa bertahan dan terus berkembang saat AFTA berlangsung. Untuk itu
diperlukan adanya kerja sama dari segala sektor untuk mendukung industri
Farmasi yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari IAI, Industri farmasi
Indonesia masih mengimpor bahan baku dari Negara lain sebesar 95%(anonim,2013).
Hal ini merupakan fakta yang sangat fantastis, yang menunjukan bahwa industri
farmasi Indonesia belum bisa mandiri dan masih sangat bergantung dengan negara
lain. Selain itu, kemandirian industri farmasi Indonesia dalam menghadapi AFTA
ditentukan juga oleh sumber daya manusia dan kepercayaan bangsa Indonesia
mengkonsumsi obat-obatan buatan Indonesia.
Instalasi
Farmasi Rumah Sakit ( IFRS ) merupakan satu-satunya unit di rumah sakit yang
mengadakan barang farmasi, mengelola dan mendistribusikannya kepada pasien, bertanggung
jawab atas semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit, serta bertanggung
jawab atas pengadaan dan penyajian informasi obat siap pakai bagisemua pihak di
rumah sakit.
Dalam era
perdagangan bebas, setiap perusahaan termasuk rumah sakit menghadapi persaingan
ketat. Meningkatnya intensitas
persaingan dan jumlah pesaing juga menuntut manajemen untuk selalu
memperhatikan kebutuhan dan keinginan pasien serta berusaha memenuhi apa yang
mereka harapkan dengan cara yang lebih memuaskan daripada yang dilakukan
pesaing.
Menurut
Prof. Suyanto, Guru besar Fakultas Ekonomika Universitas Negeri Yogyakarta,
belaiu mengatakan bahwa untuk menjadi SDM yang mampu bersaing secara global,
ada 5 keterampilan yang harus dipenuhi yaitu kemampuan berkomunikasi
secara verbal, kolaborasi atau kerjasama, profesional di bidangnya, mampu
menulis dengan baik, serta kemampuan untuk memecahkan masalah(Nurhadi, 2013).
Keterampilan tersebut pada dasarnya bisa didapatkan dimanapun asalkan ada niat
untuk belajar dan tempat yang paling sesuai untuk belajar adalah hingga ke
perguruan tinggi. Oleh karena itu, agar SDM Indonesia semakin memilki
kompetensi dan kapabilitas yang baik maka diperlukannya kurikulum yang
memfasilitasi SDM Indonesia untuk memenuhi keterampilan-keterampilan tersebut.
Di industri
farmasi pun para SDM-nya harus memiliki kapabilitas dan kompetensi unggul.
Sehingga mereka bisa mengelola perusahaan dengan baik. Apabila SDM-nya baik dan
bisa bersaing dengan industri farmasi asing maka industri itupun akan menjadi
baik juga. Hal ini dikarenakan, kompetensi dan kapabilitas SDM menentukan
majunya sebuah perusahaan, termasuk industri farmasi. Dalam menghadapi AFTA ini
maka para SDM-nya harus tahan banting dan tidak mudah menyerah. Sehingga nantinya
eksistensi obat-obatan buatan industri farmasi Indonesia terus ada dan tidak
diambil oleh eksistensi obat-obatan dari negara lain.
PERATURAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR
PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Pusat
Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat Puskesmas adalah unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja.
2.
Standar
Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
3.
Pelayanan
Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien
yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4.
Obat adalah
bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
5.
Bahan Medis
Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali pakai
(single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
6.
Apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
7.
Tenaga
Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi,
Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
8.
Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk:
a.
Meningkatkan
mutu pelayanan kefarmasian;
b.
Menjamin kepastian
hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c.
Melindungi pasien
dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety).
Pasal 3
1.
Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar:
a.
pengelolaan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b.
pelayanan
farmasi klinik.
2.
Pengelolaan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a.
perencanaan
kebutuhan;
b.
permintaan;
c.
penerimaan;
d.
penyimpanan:
e.
pendistribusian
f.
pengendalian;
g.
pencatatan,
pelaporan, dan pengarsipan; dan
h.
pemantauan
dan evaluasi pengelolaan.
3.
Pelayanan
farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a.
pengkajian
resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat;
b.
Pelayanan
Informasi Obat (PIO);
c.
konseling;
d.
ronde/visite
pasien (khusus Puskesmas rawat inap);
e.
pemantauan
dan pelaporan efek samping Obat;
f.
pemantauan
terapi Obat; dan
g.
evaluasi
penggunaan Obat.
4.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini
Pasal 4
1.
Penyelenggaraan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus didukung oleh ketersediaan
sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi kepada keselamatan
pasien, dan standar prosedur operasional sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2.
Sumber daya
kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
sumber daya
manusia; dan
b.
sarana dan
prasarana.
3.
Pengorganisasian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggambarkan uraian tugas, fungsi,
dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan
kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Puskesmas.
4.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai sumber daya kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
1.
Untuk
menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, harus dilakukan pengendalian
mutu Pelayananan Kefarmasian meliputi:
a.
Monitoring dan
b.
evaluasi.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian
mutu Pelayananan Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
1. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
dilaksanakan pada unit pelayanan berupa ruang farmasi.
2. Ruang farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
Pasal 7
Setiap
Apoteker dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas wajib mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
1. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi
masing-masing.
2. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan organisasi profesi.
Pasal 9
1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku, bagi Puskesmas yang belum memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab,
penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga
teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan lain.
2. Pelayanan Kefarmasian secara terbatas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai;
dan
b. pelayanan resep berupa peracikan Obat,
penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat.
3. Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara
terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah pembinaan dan
pengawasan Apoteker yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Menteri ini dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini mulai berlaku.
Pasal 10
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Kesiapan tenaga Farmasi indonesia menyambut
AFTA 2015
Kesiapan tenaga farmasi Indonesia dalam
menghadapi AFTA 2015 akan tercapai apabila Indonesia memiliki SDM yang kompeten
dan berkapabilitas tinggi, menurukan jumlah impor bahan baku, menjaga
kepercayaan konsumen dalam negeri dan menciptakan hubungan kerja sama yang profesional
dengan dokter.
Tindakan yang perlu dilakukan industri
farmasi dalam mempersiapkan tenaga kerja Farmasi menghadapi AFTA antara lain
adalah:
1.
Meningkatkan
eksplorasi dan standarisasi pendidikan sektor kefarmasian.
2.
Menginisiasi
berdirinya industri bahan baku obat yang terstandarisasi di Indonesia.
3.
Kolaboarsi
antara industri bahan baku obat dan industri farmasi Indonesia sehingga pasar
bahan baku obat terjamin.
4.
Menciptakan
kemandirian industri farmasi.
5.
Promosi
obat-obatan produk dalam negeri sehingga masyarakat lebih mengenal produk dalam
negeri dalam rangka meningkatkan kepercayaan dan kecintaan masyarakat terhadap
produk dalam negeri
6.
Pengoptimalan
obat-obat herbal. Obat herbal dapat menjadi alternatif pengobatan dan Indonesia
memiliki SDA yang melimpah untuk dijadikan obat herbal
7.
Mendukung
produk obat herbal untuk diekspor sebagai brand obat dari Indonesia.
8.
Kolaborasi
antara pemerintah, industri bahan baku obat dan industri farmasi dan seluruh
teknisi kesehatan untuk dapat menggunakan produk kefarmasian dalam negeri
Dalam hal menyambut AFTA 2015,
sekolah-sekolah tinggi kefarmasian terus menerus melakukan pembenahan dalam
mempersiapkan tenaga kefarmasian yang kompeten dan berdaya saing global. Persiapan
yang dilakukan adalah memperbaiki kualitas sarana dan prasarana serta SDM/ tenaga
pengajar serta kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar, misalnya saja
mata kuliah bahasa Inggris harus betul-betul para mahasiswa mampu menguasainya,
karena bahasa inilah sebagai sarana komunikasi antar Negara. Persiapan mental
pun turut dilakukan dengan menilik ulang mengenai mata kuliah budi pekerti.
Dari sekian perbaikan tersebut diharapkan para lulusan mempunyai daya saing
yang tinggi di tingkat nasional maupun internasional.
Selain memperbaiki sarana dan prasarana,
sekolah-sekolah kefarmasian juga mengusahakan perbaikan kompetensi lulusan,
salah satunya dengan adanya surat pendamping ijazah yang menyatakan kompetensi
lulusan (di Jurusan Farmasi UIN Alauddin Makassar misalnya, surat pendamping
ijazah ini menyatakan kemampuan khusus yang akan menjadi nilai tambah bagi
setiap lulusan).
Standar kompetensi Apoteker indonesia
merupakan salah satu acuan dalam mempersiapkan tenaga farmasi menuju AFTA 2015,
adalah mempersiapkan tenaga Farmasi yang:
1.
Mampu
melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik
2.
Mampu
menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan Farmasi
3.
Mampu
melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan
4.
Mampu
memformulasi dan memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan standar
yang berlaku
5.
Mempunyai
keterampilan dalam pemberian informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
6.
Mampu
berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat
7.
Mampu
mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan standar yang berlaku
8.
Mempunyai
keterampilan organisasi dan mampu membangun hubungan interpersonal dalam
melakukan praktik kefarmasian
9.
Mampu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan an tekhnologi yanga berhubungan dengan
kefarmasian.
Akhirnya dengan segala standar kompetensi
yang telah ditetapkan oleh IAI, dan usaha persiapan yang dilakukan oleh
industri dan sekolah-sekolah kefarmasian, maka diharapkan akan dihasilkan
lulusan-lulusan tenaga farmasi yang kompetentif dan mampu bersaing secara
global dalam menghadapi AFTA 2015.
B.
Peranan ISMAFARSI Dalam Meningkatkan
Kompetensi dan Kualitas Tenaga Farmasi Menyambut AFTA 2015
Dalam hal mempersiapkan tenaga farmasi
menyambut AFTA 2015, ISMAFARSI (Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh
Indonesia), sebagai induk dari ikatan mahasiswa farmasi indonesia, memegang
peranan penting. Mahasiswa- mahasiswi farmasi yang tergabung dalam ismafarsi
maupun yang tidak harus di berikan pengkaderan, lalu diberdayakan di masyarakat
sehingga pandangan negatif masyarakat dalam bidang kefarmasian atau apoteker
dapat berubah menjadi pandangan yang positif. Ismafarsi juga dapat memberikan
pengetahuan kepada masyarakat agar menjadi masyarakat yang cerdas dalam
memanfaatkan peluang-peluang untuk memperoleh keuntungan dari AFTA. Ismafarsi
juga dapat berperan aktif dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang
farmasi, sehingga jika terdapat masalah-masalah yang tidak sesuai dengan
peraturan maka akan lebih mudah menyelesaikannya. Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh
mahasiswa yang tergabung dalam ismafarsi dapat dikembangkan dan dijadikan
sebagai inovasi baru agar dapat bersaing dalam perdagangan bebas sehingga
Indonesia akan mendapat keuntungan yang lebih banyak. Dengan melakukan semua
cara yang telah dipaparkan serta dilakukan secara optimal maka Indonesia akan
bisa bersaing dan mendapat keuntungan yang lebih banyak dalam AFTA mendatang.
Maka peran ISMAFARSI dalam menghadapi AFTA
2015, adalah saling bekerjasama antar generasi muda di negara ASEAN dengan
menjalin persahabatan. Hal itu merupakan modal utama untuk menghadapi ASEAN
Economic Community (AEC). Dengan kolaborasi yang baik guna memecahkan masalah
bersama-sama. Wadah untuk kolaborasi inilah yang namanya organisasi. ISMAFARSI
berperan memberikan informasi kepada farmasis di Indonesia ataupun yang di luar
Indonesia, yang membutuhkan lowongan pekerjaan ataupun yang membutuhkan wilayah
untuk lebih meluaskan instalasi-instalasinya. Dengan adanya komunikasi antar
farmasis di negara ASEAN, farmasis bisa melebarkan sayapnya untuk lebih
menyalurkan dan mengembangkan pengetahuan mereka, tidak hanya di daerah lokal,
akan tetapi di daerah domestik.
Dengan demikian peranan ISMAFARSI dalam
menyambut AFTA 2015 yaitu, saling bekerjasama antar generasi muda di negara
ASEAN, memberikan informasi mengenai lowongan pekerjaan kepada farmasis di
Indonesia ataupun yang di luar Indonesia, mensosialisasikan pengetahuan
khususnya bidang farmasi ke masyarakat luas, menjadi pelaku bisnis langsung di
pasar terbuka ASEAN, melakukan riset atau penelitan yang akan memberikan
manfaat serta terobosan baru dan juga dapat berperan sebagai penyedia lapangan
pekerjaan atau job creator.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Kesiapan
tenaga farmasi dalam menyambut AFTA 2015 semakin dikembangakan pada setiap
industri dan sekolah farmasi untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan mampu
bersaing secara global, persiapan dilakukan dengan pembenahan sarana dan
prasarana serta penyesuaian kurikulum pengajaran di sekolah farmasi untuk
menyambut AFTA. Selain itu setiap tenaga Farmasi dituntut untuk dapat memenuhi
sembilan standar kompetensi Apoteker Indonesia.
2.
peranan ISMAFARSI
dalam menyambut AFTA 2015 yaitu, saling bekerjasama antar generasi muda di
negara ASEAN, memberikan informasi mengenai lowongan pekerjaan kepada farmasis
di Indonesia ataupun yang di luar Indonesia, mensosialisasikan pengetahuan
khususnya bidang farmasi ke masyarakat luas, menjadi pelaku bisnis langsung di
pasar terbuka ASEAN, melakukan riset atau penelitan yang akan memberikan
manfaat serta terobosan baru dan juga dapat berperan sebagai penyedia lapangan
pekerjaan atau job creator bukan job seekers atau pencari pekerjaan.
B.
Saran
Tenaga farmasi diharapkan mempersiapkan diri
sebaik mungkin menyambut AFTA 2015 dengan memperbaiki kompetensi agar mampu
bersaing secara global.
DAFTAR PUSTAKA
Aslam
M, Tan CK, Prayitno A. 2003. Farmasi
Klinik, (Clinical Pharmacy),Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan
Pasien. Jakarta: Elex Media komputindo.
Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik. 1999. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes
RI.
IAI. 2011. SK Pengesahan Standar Kompetensi Apoteker Indonesia No.
004/RAKERNAS-IAI/XII/2010. Jakarta
IAI
Presiden RI. 2014. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Depkes RI
Menteri Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas . Jakarta : Depkes RI
Khairunnisa. 2014. Kemandirian Industri
Farmasi Indonesia mengahadapi AFTA 2015.